Nama Gampong Blang Oi terdiri dari 2 (dua) kata yaitu “Blang yang artinya hamparan luas/sawah dan Oȅ yang merupakan tanaman bunga yang berwarna putih dan masyarakat menyebutnya tanaman Oȅ. Karena tanaman tersebut tumbuh hampir di seluruh hamparan luas tersebut maka disebut Blang Oi.
Gampong Blang Oi menurut Hikayat Aceh telah ada sejak Jaman Kerajaan Aceh tahun 1205 M yang dipimpin Sultan Djohansyah. Bahkan sejak jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511 M di bawah pimpinan Alfonso de Alburgurque Gampong Blang Oi termasuk sebagai daerah alternatif perdagangan di Bandar Aceh Darussalam. Hingga Aceh masuk dalam masa kejayaan di bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) nama Blang Oȅ tidak pernah berubah. Tetapi bukti otentik yang dapat dilihat tentang keberadaan Gampong Blang Oi sendiri yaitu dari peta pendaratan pasukan Belanda pada Agresi Militer Belanda I Bulan April 1873 M di bawah pimpinan J.H Kohler.
Penyebaran agama Islam di Aceh tidak terlepas pula dari keberadaan Gampong Blang Oi, dimana pada saat itu Abd ar Rauf bin Ali al Jawiyy al Fansuriyy as Sinkilyy/ Syeikh Abdurrauf membuat “Bale” di Gampong Blang Oi yang berfungsi sebagai tempat pengajian yang disebut Meunasah Tuha. “ Bale” tersebut dibangun tanpa menggunakan paku dan dibuat dari kapal yang digunakan Syeikh Abdurrauf untuk menyerang penjajahan di Pahang (Malaysia) melalui Pelabuhan Syahbandar (Ulee Lheue). Kapal tersebut dibagi menjadi tiga bagian dan dibuat menjadi 3 (tiga) “Bale” yaitu Bale yang berada di Desa Blang Oi, Bale di Desa Meunasah Tuha (Aceh Besar) dan Bale yang di Desa Lambaro (Aceh Besar).
Pada tahun 1987 M “ Bale” yang berada di Gampong Blang Oi tersebut dipindahkan, untuk memperluas bangunan mesjid. Mesjid ini kemudian dinamakan Mesjid Syeikh Abdurrauf.